Sinopsis Drama Jepang - Shimeshi Episode 01


Images By : TBS

Saat siang yang ramai berubah menjadi malam yang ramai. Di belakang kota yang berisik dan sibuk, terdapat sebuah kedai. Kedai ini, hari itu hanya menyambut satu pelanggan.



Seorang pria berpakaian rapi, pergi ke sebuah kedai yang berada disebuah gang. Dia menemukan kedai tersebut berdasarkan kartu nama kedai tersebut di tangannya.

Tapi, kau takkan menemukan kedai ini meski kau mencarinya. Karena tempat ini hanya bisa dikunjungi bagi mereka yang sedang berada di persimpangan jalan hidupnya.
Di papan nama kedai, tercantum kata : Le Bon Vivre.

Nama kedai ini adalah “Le Bon Vivre”. Dalam bahasa Prancis yang berarti “Kehidupan yang baik.”


Pintu kedai terbuka sebelum pria itu mengetuknya. Seorang wanita menyambutnya. Dia mempersilahkan sang pria untuk masuk. Setelah pria itu masuk, pintu kembali ditutup.

Lalu pintu tertutup. Dan beberapa jam kemudian…


Langit sudah berubah menjadi gelap. Pria itu keluar dari dalam kedai dengan di antar wanita tersebut. Dia berterimakasih atas makanannya. Wajahnya tersenyum berbeda dengan saat dia datang tadi.


Pria itu berbalik. Wajahnya berubah menjadi sedih melihat sesuatu di depannya. Apa yang dilihatnya? Tidak tahu, kita hanya di perlihatkan sebuah payung.

Inilah cerita selengkapnya… Kedai ini mampu mencitapkan hidangan yang telah hilang dari dunia ini. Hidangan yang disajikan disini, memiliki kekuatan untuk menggerakkan kehidupan yang terhenti.

SHIMESHI
(Hidangan Pembuka)

Tamu : Maedake Sota
Pelayan/Pemilik Kedai : Ikeyama Juri
Koki Utama : Terayashiki Renichi
Koki Kedua : Oze Kiyoi

Episode 01
Dapur Hamada, Hamburger Rebus


Ikeyama mengantar Maedake ke sebuah meja yang ada di sana. Tidak ada pengunjung ataupun meja lain di sana. Seolah-olah, kedai itu hanya menyambut Maedake.

Maedake melihat ke sekeliling kedai yang kosong. Ikeyama memperkenalkan dirinya dan memberitahu kalau dialah yang sudah beberapa kali mengirim pesan pada Maedake agar datang ke kedainya.  


Maedake yang bekerja di biro perjalanan, mengangguk canggung. Ikeyama tersenyum dan memberitahu kalau setiap orang yang datang ke kedai ini, menunjukkan ekspresi yang sama seperti Maedake. Ekspresi yang seolah berkata : “Tak banyak pelanggan di kedai ini, kan?”

Maedake membenarkan dan merasa beruntung bisa datang ke kedai ini. Dia tahu kalau kedai ini hanya menerima satu pelanggan setiap hari.

“Benar. Karena kami membutuhkan waktu untuk menyiapkan hidangannya,” jelas Ikeyama.

Ikeyama kemudian mulai menunjukkan menunya. Itu adalah menu yang di pesan oleh Maedake sebelum datang. Dia memperlihatkannya pada Maedake lagi, untuk memastikan, agar mereka tidak salah memasak. Menu dari Dapur Hamada, Hamburger Rebus.

Maedake membenarkan kalau itu menu yang di pesannya.

“Citarasa Dapur Hamada hilang ketika ditutup pada 17 Maret 1975. Berarti 40 tahun yang lalu?” tanya Ikeyama memastikan kedai ‘Dapur Hamada’ yang dimaksud oleh Maedake.

“Saat itu aku masih berusia 7 tahun.”

“Sebuah restoran di pusat perbelanjaan kecil di Prefektur Saitama, 'kan?” tanya Ikeyama lagi dan memberikan foto kedai tersebut.

Maedake melihat foto tersebut dan membenarkan. Dia heran darimana Ikeyama dapat menemukan foto tersebut?

“Itulah pekerjaan kami,” jawab Ikeyama singkat.


Di dapur, dua orang koki, memperhatikan perbicangan mereka dari sebuah televisi kecil.

Ikeyama kemudian bertanya lagi kepada Maedake, alasannya memesan hidangan tersebut?

“Kedai ini, tempat yang paling penting bagi keluargaku,” jelas Maedake dan mengingat saat-saat itu.

Flashback

Maedake kecil selalu pergi ke kedai ‘Dapur Hamada’ setiap ulang tahunnya bersama dengan orangtuanya.

Tapi, pada awal tahun itu, bisnis ayahnya gagal dan keluarganya menjadi sulit untuk bisa berkumpul bersama. Tetapi, pada ulang tahunnya, ayah dan ibunya tetap membawanya ke kedai tersebut.


Ayah memperlihatkan menu pada Maedake untuk memilih makanan yang hendak di makannya. Maedake yang tahu kalau ayahnya sedang kesusahan, sengaja memilik menu yang paling murah.

Ayah dan Ibu tahu kalau Maedake sebenarnya tidak ingin memesan makanan tersebut. Mereka memberitahu pada Maedake kalau ini adalah hari ulang tahun Maedake dan itu juga hal yang penting bagi mereka, jadi Maedake boleh memilih makanan yang disukainya.


Koki ‘dapur Hameda’ melihat pembicaraan mereka dari dapurnya.

Haemade tersenyum. Dia akhirnya memilih makanan kesukaannya, Hamburger Rebus, dan harganya tentu saja mahal.

Ayah segera memanggil koki dan memberitahu pesanannya. Dan dia hanya mampu memesan satu porsi Hamburger Resbus untuk anaknya.



Koki selesai memasak dan mengantarkan makanannya. Maedake melihat pesanannya dan merasa heran. Ibu juga melihatnya dan melihat kalau daging hamburger berlebih dua. Dia memberitahukan hal ini pada sang Koki.

“Daging tambahan,” jawab koki tersebut dan kembali ke dapur.

Ibu dan Ayah tersenyum mendengarnya. Mereka berterimakasih pada sang koki.

Maedake memakan pesanannya dan merasa senang.

Flashback END

“Tak pernah kulupakan sampai saat ini,” akhir penjelasan Maedake.

Ikeyama mengerti. Dia kemudian menanyakan pertanyaan terakhir, apa alasan Maedake ingin memakan makanan itu lagi?

“Sebelum ke sini, aku mengunjungi kampung halamanku untuk pertama kalinya. Saat itu, aku menyusuri kota dan kebetulan melewati lokasi kedai ini. Lalu, aku teringat masa itu. Jadi…”

Ikeyama mengerti. Dia meminta izini untuk membuat pesanan dan meminta Maedake menunggu.

Di dapur,
Ikeyama memberikan pesanan pada Terayashiki dan Oze.


Oze memberikan foto Maedake kepada Tera dan memberitahu kalau Maedake bekerja di perusahaan perjalanan dan mendirikan perusahaan tur sendiri 3tahun yang lalu. Tapi, perusahaannya tidak berjalan dengan baik. Bulan lalu, dia menyatakan kebangktrutan. Tentang keluarga, orangtua yang dibicarakannya telah tiada. Menikah 15tahun yang lalu, memiliki satu putri yang akan masuk SMP tahun depan.

Oze juga memberikan form Asuransi Jiwa Maedake dan berkata itu mengganggunya.

Tera mengerti dan mulai meyuruh Oze untuk menyiapkan bahan-bahannya. Mereka mencari bahan sesuai dengan tempat dimana toko itu dibuka dan kondisi ekonomi, politik dan perdistribusian daging yang terjadi pada tahun itu.

Tera juga melihat dari harga makanan Hamburger Rebus saat itu dan mencoba menganalisa daging yang digunakan untuk membuatnya. Oze juga memberikan foto koki Dapur Hameda saat itu yang sudah meninggal di tahun 2006.

Oze memberitahu kalau resep koki tersebut tidak diturunkan pada anak-anaknya karena mereka menolak.

Di kedai ini terdapat arsip, koleksi luas dan beragam literatur makanan. Tak terbatas pada buku yang diterbitkan, koleksi hikayat sang koki ketika melakukan perjalanan dan makan di seluruh jepang serta resep berbagai makanan daerah juga ada disini.

Oze memberitahu kalau dia tidak bisa menemukan resep sang koki dari arsip mereka. Tapi, dia menemukan resep dari tempat sang koki pernah magang.

Tera membacanya. Dan dia mulai memilih bahan dan kualitasnya.

Dia memegang foto sang koki dan resep. Tera menarik nafas dan mulai membayangkan perasaan Maedake kecil saat memakannya. Dan Tera memerintahkan memasak dimulai sekarang!


Oze dan Tera mulai sibuk memasak dan membuat Hamburger Rebus.




Hidangan selesai.

Ikeyama menghidangkannya pada Maedake. Maedake tersenyum melihatnya dan kemudian menyadari adanya dua tambahan daging seperti pesanannya saat kecil dulu. Dia memandang heran pada Ikeyama tetapi Ikeyama hanya menyuruh Maedake untuk menikmatinya dan berlalu pergi.


Para koki memperhatikan dari televisi di dapur. Maedake memakan daging tersbut. Dia teringat kenangan saat kecilnya memakan makanan tersebut. Dia memuji daging yang sangat enak.


Makanan sudah selesai dihabiskan. Maedake sangat puas dengan makanan tersebut. Ikeyama menghampirinya. Maedake meminta bertemu dengan koki untuk berterimakasih.


Tera dan Oze keluar menemui Maedake. Ikeyama memperkenalkan mereka. Maedake dengan tulus berterimakasih untuk makanan yang dibuat oleh mereka.

“Maaf…Yah, tentang hidupmu aku ragu untuk bertanya…,” ujar Tera ragu. Maedake juga bingung dengan sikap Tera. “Kau masih ingin bunuh diri?” tanya Tera.

Maedake terkejut. “Apa yang kau bicarakan?”

“Tak mau berubah pikiran? Tentang mati,” jawab Tera, serius.

“Akhir-akhir ini kau mendaftar asuransi jiwa yang mahal, 'kan?” tambah Oze.

Maedake terdiam. “Itu karena aku tak menemukan jalan keluarnya.”


“Bolehkah aku bertanya sebelum kau mati? Kenapa memilih hidangan ini sebagai hidangan terakhirmu?” tanya Tera.

Maedake terdiam. Dia merenung.

Flashback
Maedake sudah selesai memakan makanannya. Dia melihat Ayah yang terlihat melamun dan bertanya ada apa?

Ayahnya menatap peta dunia yang tertempel di dinding kedai. “Begini… Menyenangkan sekali jika kita bisa berkeliling bersama-sama,” jawab Ayah.

Ibu tertawa. Dia memberitahu kalau mereka bisa pergi bersama-sama tanpa harus keluar negeri. Tidak masalah baginya kalau mereka hanya bisa ke taman. Ayah terhenyak mendengar jawaban ibu. Ibu tertawa dan memintanya jangan terlalu memaksakan diri.

Ayah berjanji akan berusaha lebih keras lagi. Ibu tidak mempermasalahkannya karena dia juga bahagia dengan kehidupan mereka yang sekarang.

“Begini… aku akan mengajak kalian berkeliling,” ujar Maedake menimpali pembicaraan mereka. Ayah dan Ibu terkejut mendengarnya “Suatu hari nanti, aku akan mengajak kalian berkeliling,” janjinya.


Ayah tersenyum mendengarnya. Ibu berterimakasih, mereka merasa lega karena masih memiliki Maedake. Dan Koki juga terharu mendengar pembicaraan mereka.

Flashback END

“Aku yakin itu karena Hidangan Pembukanya, kan?” ujar Ikeyama.

“Pembuka?” tanya Maedake bingung.

“Yang kau makan hari ini adalah hidangan pembuka hidupmu. Apapun yang terjadi mulai sekarang, putuskanlah jalan hidupmu,” jelas Tera.


Maedaeke terhenyak mendengarnya. Tera, Oze dan Ikeyama pamit pergi. Mereka meninggalkan Maedake untuk memikirkan semuanya.


Ikeyama menyeduh kopi. Dia menghidangkannya pada Maedake.

Maedake meminum kopi tersebut. Dia seperti mendapatkan kekuatan baru.

Maedake hendak pulang. Di depan pintu keluar, Ikeyama memberinya semangat : “Aku yakin di balik pintu itu, adalah awal baru bagimu.”

Maedake tersenyum. Dia membuka pintu keluar dan berterimakasih untuk hidangannya.


Dia berjalan pergi. Pandangannya berubah sedih melihat orang didepannya. Itu adalah istri dan anaknya yang berdiri dengan payung menunggunya.


Maedake mendekati mereka dan meminta maaf. Istrinya menggeleng dan memberikan payung. “Mari kita pulang,” ajak istrinya.

Mereka pulang bersama dalam tangis bahagia.

Ikeyama menutup kembali pintu kedai dalam senyuman.

Itulah cerita yang terjadi di “Le Bon Vivre”.

Post a Comment

Previous Post Next Post